Study
masyarakat indonesia
1.
Manusia menjadi mahluk sosial dan mahluk
individu. Secara das sein dan das sollen.
Das sein adalah adalah
segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya
diatur oleh das sollen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa
konkrit yang terjadi.
Das Sollen
adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap.
Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen
merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya
dilakukan.
Ø Sesuai
pengertian diatas manusia dikatan
sebagai mahluk individu adalah ketika manusia itu sendiri berada dalam posoisi
menjalankan norma yang ada dalam masyarakat dimana dia tinggal. Contoh ketika
seorang individu berada dalam suatu masyarakat yang memiliki norma atau aturan
seperti larangan untuk keluar rumah setelah matahari terbenam pada masyarakat
adat desa tenganan Bali. Dari individu itu harus memiliki kesadaran diri dan
mampu mengendalikan diri sendiri untuk dapat mentati norma atau sisitem nilai
yang ada dalam masyarakat itu sendiri kerena sejatinya manusia dikatakan
sebagai mahluk individu adalah Manusia memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur
fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia
individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur
tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai
individu. Dari hal itulah manusia dikatakan sebagai mahluk individu jika mampu
mengendalikan dirinya jiwa dan raga dalam mentatati nilai dan norma yang ada dalam
masyarakat.
Ø Manusia
sebagai mahluk sosial.
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam
kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya.
Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan
manusia lain. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai
warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam
hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi
sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Manusia akan senantiasa
dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri
tanpa bantuan orang lain. Fakta ini memberikan kesadaran akan “ketidak berdayaan”
manusia dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.dan jika kita hubungkan dengan das
sein dan das sollen bahawa sejatinya masyarakat menginginkan kehidupan yang
harmonis diantara sesama anggota masyarakat.
Keadaan seperti itu
kelihatannya sangat diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat. Keadaan yang
menjadi keinginan dan menjadi harapan itulah yang disebut dengan das
sollen, yaitu apa yang seharusnya terjadi. Namun pada kenyataannya
tidak semua gejala berlangsung secara normal sebagaimana yang dikehendaki oleh
warga masyarakat yang bersangkutan.
Gejala yang berlangsung secara
nyata inilah yang dinamakan dengan das sein. Antara das sollen
dengan das sein tidak selalu terjadi kesesuaian. Kesenjangan diantara
keduanya itulah yang dinamakan dengan masalah, atau apa yang seharusnya tidak
sama dengan apa yang senyatanya. Apabila kesenjangan itu berlarut-larut, maka
hal itu bisa dikategorikan dalam masalah sosial.
Ø Dalam
sistem tindakan, Parsons melandaskan pada teori aksi ( the structure of social
action) yang menujun titik sentral konsep perilaku voluntaristik. Dalam konsep
ini dijelaskan bahwa Individu memiliki kemampuan untuk menentukan cara &
alat dari berbagai alternative yang ada untuk mencapai suatu tujuan. Sistem
sosial terdiri dari beragam aktor individual yang saling berinteraksi dalam
situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik/lingkungan, aktor yang termotivasi
kearah “optimisasi kepuasan”, dan hubungan dengan situasi mereka, termasuk
hubungan satu sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk simbol
yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama.
Sistem sosial dibentuk oleh
norma, kepercayaan, nilai-nilai yang diorganisasikan dan dapat diukur sebagai
keleompok yang terpola dari peran-peran sosial yang berjalan baik.
2. Bangunan
sosial masyarakat indonesia dalam pendidikan di Indonesia, cita-cita sebagai
mayarakat majemuk dan akibat stereotip dan diskriminasi.
Dalam Sistem
Pendidikan di Indonesia ada yang namanya Pendidikan karakter,
yakni karakter merupakan kunci keberhasilan individu. Pendidikan karakter
ini sangat penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan
menjadi dasar atau basic dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang
tak hanya mengabaikan nilai-nilai sosial seperti kebersamaan, toleransi, gotong
royong, saling membantu, saling menghormati, saling membantu, saling
menghormati dsb. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tak
hanya mempunyai kemampuan kognitif saja namun juga mempunyai karakter yang mampu
mewujudkan kesuksesan. Disini saya tidak akan membahas tentang pendidikan karakternya
serperti apa melainkan yang lebih mendalam yang saya bahas adalah tentang sistem pendidikan indonesia saat ini
yang berdampak pada sikap primodial pada masyarakat.
Jika kita melihat keadaan
bangsa saat ini sungguh sangat memprihatinkan, konflik hampir
terjadi dimana-mana dan itu juga menjadi salah satu tantangan bagi bangsa
indonesia yang memiliki wilayah yang luas dan bermacam-macam kebudayaan yang
juga sangat rawan sekali terjadinya konflik, jika kita menghubungkan sitem
pendidiakan di indonesia dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada
masyarakat dewasa ini, permasalahan muncul dikarenakan terdapat suatu kesalahan
pada sisitem pendidikan di indonesia, permasalahan indonesia yaitu mulai
lunturnya pendidikan karakter, dimana pendidikan karekter itu sendiri seperti
yang sudah di jelaskan diatas adalah untuk menumbuhkan sikap seperti
kebersamaan, toleransi, gotong royong, saling membantu, saling menghormati, saling
membantu, saling menghormati tetapi sikap seperti itu mulai banyak dilupakan oleh masyarakat dan
pendidikan sebagai wadah untuk
mencerdaskan bangsa dan mencetak generasi yang kepribadian luhur tidak berjalan
dengan semestinya. Pendidikan di indonesia cenderung teoritis, padahal
seharusnya pendidikan tidak hanya mendidik peserta didiknya secara materi saja
tetapi pendidikan secara moral dan karakter juga penting.
Permasalahan pendidikan,
khususnya di Indonesia, adalah penciptaan peseta didik sebagai “manusia robot”.
Saya katakan demikian karena pendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang
seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa
(afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah
disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang
belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam
kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan
sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan
seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid.
Dari hal sederhana itu lah masyarakat secara tidak langsung di didik untuk
belajar disintregasi. Dari disintegrasi itu lah melahirkan
masyarakat-masyarakat yang cenderung
diskriminatif dan stereotip.
Ø Menjadi
masyarakat yang multikutur sampai sekarang memang masih menjadi cita- cita
negeri ini, hal ini di sebabkan masyarakat inonesia masih rawan sering terjadi konflik yang dilatar
belakangi oleh sifat masyarakat yang masih memiliki sifat etnosentrisme yang
sangat tinggi. Padahal yang dinamakan masyarakat multikutural adalah masyarakat
yang menerima terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya
(multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai,
sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar