Kamis, 31 Oktober 2013

cerpen hewan peliharaan.



Tokek sang peramal cuaca

Matahari masih belum sepenuhnya melihatkan keperkasaannya, hanya bercak sinarnya yang terlihat dibalik bukit yang gelap di pojok timur laut, kokok ayam jantan telah lama bersahutan menandakan  akan dimulainya  hari yang indah. Dilereng perbukitan ini hanya beberapa rumah penduduk yang berdiri kokoh  dibawah rimbunnya dedaunan yang hijau, hutan menjadi sumber kehidupan bagi penduduk, semua tersedia disana. Dibelakang perkampungan terdapat lahan kosong dan yang terlihat hanya beberapa nisan yang saling berhadap-hadapan dan ditengahnya terdapat pohon beringin yang rimbun memayunginya. Didalam bilik terlihat seonggoh tubuh kecil masih terbungkus sehelai selimut dan di belakang terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang menyalakan api di tungkunya. Hanya ada dua orang yang ada didalam rumah bambu itu dan seekor tokek didalam kandang yang digantung di balai rumah.
“Roni, sudah siang nak ayook bangun” suara  ibu roni terdengar dari belakang yang masih  tetap sibuk dengan aktifitas tungkunya. Sedangkan yang ada didalam bilik masih saja terbalut oleh selimut, yang terdengar hanya suara geretan ranjang yang terdengar didalam bilik pertanda kalau Roni menanggap tanggapan ibunya. Pagi ini memang udara sangat dingin, Sisa-sisa air hujan masih membasahi jalan setapak  yang menuju hutan didepan rumah roni.
“biii,biii Roni sudah bangun?” Suara teman-teman roni terdengar didepan halaman rumah.
“belum Do, sana bangunkan. Tadi bibi sudah mencoba membangunkan tetapi masih belum bangun juga.” Ibu Roni masih tetap sibuk didapur, karena rumah Roni hanya terdapat satu ruangan yaitu ruang tidur Roni dan ibunya sedangkan sisanya untuk dapur sekaligus ruang tamu jadi tak heran jika suara Dodo dari halaman depan terdengar samapai ke belakang. Dengan sebuah bulu ayam yang dioles-oleskan ke muka Roni akhirnya Dodo dapat membangunkan Roni.
“ayok cepat bangun, hari sudah siang nanti kita tak mendapat kayu bakar banyak lohhh” Dodo naik keranjang bambu tempat tidur Roni.
“iya , ini juga sudah bangun” Roni beranjak dari ranjangnya sambil mengucak mata.
“nanti sebelum pergi kehutan sarapan dulu ya nak” ibu Roni  mempersiapkan sarapan untuk putranya.
“iya bu” suara Roni masaih lemas, “sekalian Dodo ya bii” dengan berlari Dodo menghampiri ibu Roni ke dapur.
“iya, nanti kalian berdua harus sarapan dulu sebelum berangkat,” sambil membungkus bekal untuk Ron,  ibu Roni  masih tetap sibuk dengan  urusan dapurnya.
Setelah Roni dan Dodo selesai sarapan merekapun siap untuk berangkat kehutan untuk mencari kayu bakar dihutan dan kemudian dijual kekota tak lupa juga Roni menggendong kranjang yang berisi tokek yang cukup besar sebagai teman mereka dihutan, tokek itu oleh roni diberi nama “kondang”, kondang adalah seekor tokek yang selalu setia mengikuti Roni kemanapun ia keluar dari rumah. Roni dan Dodo adalah anak kecil yang berumur sekitar tujuh sampai delapan tahun, mereka hidup dilereng perbukitan yang masih jarang penduduknya jadi tak heran jika kehidupan mereka masih sangat tergantung pada alam.
“Ron, kita mau cari kayu bakar ketempat yang kemarin, atau pindah ketempat lain?” tanya Dodo sambil berjalan menelusuri hutan.
“kita pindah tempat saja, tempat kemarin sudah habis kelihatannya” Roni berjalan didepan Dodo  karena mereka melewati jalan yang sempit, sehingga mereka tidak bisa untuk berjalan berjejer.
“terus kita mau cari kemana?” Dodo terus bertanya.
“kita menyebrang ke perbukitan sebelah, jalannya lumayan menanjak tapi disana banyak kayu bakarnya” Roni mencoba menanggapai pertanyaan Dodo dan tetapi berjalan.
Dengan sebilah parang yang menyelip disamping pinggang, mereka terus menelusuru dinding tebing di perbukitan itu,  meskipun mereka masih berumur belia tetapi kerasnya hidup mereka  membuat mereka lebih bertindak dewasa. Dengan susah payah akhirnya Roni dan Dodo akhirnya dapat menuju kebukit yang akan mereka cari kayu  bakarnya. Tokek “kondang” masih saja terdiam dalam kranjang  yang ada dipunggung Roni, dia masih sibuk dengan serangga yang ada dihadapannya.
“nanti kita setengah hari saja ya Do, takut kalau menjelang sore biasanya  hujan. Nanti kita kesulitan untuk turunnya” sambil  memotong- motong kayu yang ada di hadapannya.
“iya Ron, aku juga takut kalau kita nanti pulang terlalu malam.” Jawab Dodo diatas pohon sambil mengayun-ayunkan parangnya kedahan pohon yang sudah kering.
Memang jarak antara bukit tempat Roni dan Dodo mencari kayu bakar cukup jauh dari rumahnya, sekitar 3 sampai 4 Km, selain itu juga jalan yang dilalui tidak memungkinkan untuk dilalu jika hari gelap, sangat lah berbahaya.
Matahari mulai telihat sedikit bergeser, panasnya pun mulai terasa menggigit kulit, Ronipun menghentikan pekerjaannya dan berteduh dibwah pohon yang rindang, sementara Dodo masih saja asyik bergelantungan diatas pohon dengan  parangnya.
“Do, ayolah turun, kita istirahat dulu” suara Roni sedikit terengah-engah dengan keringat yang becucuran dilehernya.
“nanti Ron, tanggung belum habis” Dodo masih ayik dengan pekerjaannya diatas pohon.
“hati-hati loh, pohonnya sudah lapuk” Roni terheran-heran melihat tingkah Dodo diatas pohon yang hanya berpegangan dengan satu tanggan dan satu kaki berayun-ayun.
“tenang aku sudah ahli Ron dalam hal  panjat memanjat” dengan kepala bergeleng-geleng.
Roni hanya menggelengkan kepalnya saja melihat tingkah laku temannya, Ronipun tetap istirahat dan membuka bekalnya dia menikmati dengan semilir angin yang menyapu halus mukanya, tatkala roni sedang asik menikmati hidangannya tiba-tiba dia tergangu dengan suara benda jatuh kesemak-semak.
“krosaakk....aaaaaaahh.” suara tubuh Dodo terjatuh kesemak-semak dibarengi dengan suara jeritannya. Seketika itu Roni pun langsung berlari menghampiri tubuh Dodo, dan ternyata Dodo terjatuh bersamaan dengan batang pohon yang dipanjatnya.
“Do.....dodo” Roni menggerak-gerakkan tubuh Dodo yang pingsan tetapi Dodo masih belum sadar. Roni sangat bingung dengan keadaam temannya, dengan susah payah ahirnya roni dapat memindahkan tubuh Dodo ketempat yang lebih teduh dan lapang. Tak banyak yang Roni bisa lakukan hanya terus menggerak-gerakan tubuh Dodo, untung lah  selang beberapa lama akhirnya Dodo dapat tersadarkan.
“Do, kamu gak papa?” tanya Roni begitu cemas.
“aku gak papa kok Ron, badan ku sedikit perih saja karena tergesek oleh semak belukar.” Jawab Dodo dengan suara yang masih lemas.
“syukurlah kalau begitu, minumlah dulu Do agar tubuhmu kembali segar” Roni sambil memberikann  minum untuk Dodo, dia tetap memegang-megang tubuh Dodo. Setelah tubuh Dodo kembali pulih, merekapun memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya. Ketika mereka sedang membereskan peralatan mereka tiba-tiba mereka tertegun dengan suara tokek dan sepontan merekapun menghitung bunyi tokek tersebut dengan sesekali mengucapkan  kata “hujan” dan sesekali mengucap kata” kemarau”. Kali ini tenyata bunyi tokek itu terhenti pada hitungan hujan.
“Do, malam ini akan hujan kita harus cepat-cepat pulang sebelum petang tiba” ucap Roni sedikit cemas.
“iya Ron, lihat awan sepertinya akan berganti mendung” sambil menunjuk kepojokan langit dodo menaggapi kegelisahan Roni.
Karena dalam kepercayaan mereka Tokek adalah hewan yang dapat meramalkan cuaca kerena itu juga Roni sangat menyayangi “kondang” tokek kesayangannya yang selalu menemani Dia kemanapun Dia pergi, pernah sesekali ada orang kota yang sedang mencari tokek yang katanya untuk obat dan Dia berani membayar berapapun yang Roni minta, tetapi Roni tetap mempertahankan “kondang” sebagai hewan peliharaannya dan sekaligus sebagai temannya.
Dengan menelusuri  lereng-lereng perbukitan dan menebus hutan, Roni dan Dodo  tetap berjalan begegas, meskipun ia juga masih disusahkan dengan kayu bakar bawaannya tetapi mereka masih bisa bejalan dengan cepat. Ditengah perjalanan tokek “kondang” lagi-lagi berbunyi kembali dan juga berhenti pada kata “hujan”.
Matahari hampir-hampir sudah satu satu jengkal lagi akan benar-benar menghilang, suara guruhpun mulai terdengar bersautan, Roni dan Dodo makin gelisah.
“Ron, kalau kita kemalaman dihutan dan kehujanan gimana?” tanya Dodo yang mulai takut.
“ tenang,,kita tidak akan kehujanan dan kemalaman dihutan” Roni mencoba menenangkan Dodo. Kali ini Roni memilih jalan pintas yang lebih cepat untuk sampai di rumah meskipun jalannya masih banyak semak belukar karena jarang dilalui orang.
 Tepat ketika matahari benar-benar tenggelam, Roni dan Dodo  akhirnya dapat sampai dirumah dan kemudian rintik hujan pun mulai sedikit-sedikit turun, terdengar berbunyi jatuh keatas rumbia rumah Roni yang kemudian makin lama makin besar dengan disusul suara guntur yang saling bersautan. Ibu Roni sangat mencemaskan Roni dan Dodo kerena takut kalau-kalau Roni dan Dodo kemalaman dan kehujanan dihutan.
“memangnya  kalian mencari kayu bakar kemana, kok sampai larut pulangnya” tanya ibu Roni pada kedua bocah kecil itu.
“kita mencari kayu bakar keatas bukit Bi”jawab Dodo sambil meminum teh hangat buatan ibu Roni.
“ jauh banget, memangnya hutan bawah sudah tidak ada” ibu Roni makin penasaran.
“dibawah kayu bakarnya sudah habis bu,” jawab Roni dengan suara yang kurang jelas karena terhalangi makanan yang ada dimulutnya.
Ketika mereka sedang asik bercerita, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara “kondang’ yang tiba-tiba berbunyi mengentikan pembicaraan yang sedang hangat ditengah rinti hujan.
“Hujannya sudah turun Kondang......”Dengan komapaknya mereka bertiga mengatakan kata-kata yang sama tanpa diaba-abai.
“hahahahahahahaha.,,.,.,.,”mereka tertawa ditengah rinti hujan dibelantara yang gelap.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar