Tokek sang
peramal cuaca
Matahari masih belum sepenuhnya melihatkan
keperkasaannya, hanya bercak sinarnya yang terlihat dibalik bukit yang gelap di
pojok timur laut, kokok ayam jantan telah lama bersahutan menandakan akan dimulainya hari yang indah. Dilereng perbukitan ini
hanya beberapa rumah penduduk yang berdiri kokoh dibawah rimbunnya dedaunan yang hijau, hutan
menjadi sumber kehidupan bagi penduduk, semua tersedia disana. Dibelakang
perkampungan terdapat lahan kosong dan yang terlihat hanya beberapa nisan yang
saling berhadap-hadapan dan ditengahnya terdapat pohon beringin yang rimbun
memayunginya. Didalam bilik terlihat seonggoh tubuh kecil masih terbungkus
sehelai selimut dan di belakang terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang
menyalakan api di tungkunya. Hanya ada dua orang yang ada didalam rumah bambu
itu dan seekor tokek didalam kandang yang digantung di balai rumah.
“Roni, sudah siang nak ayook bangun”
suara ibu roni terdengar dari belakang
yang masih tetap sibuk dengan aktifitas
tungkunya. Sedangkan yang ada didalam bilik masih saja terbalut oleh selimut,
yang terdengar hanya suara geretan ranjang yang terdengar didalam bilik
pertanda kalau Roni menanggap tanggapan ibunya. Pagi ini memang udara sangat
dingin, Sisa-sisa air hujan masih membasahi jalan setapak yang menuju hutan didepan rumah roni.
“biii,biii Roni sudah bangun?” Suara
teman-teman roni terdengar didepan halaman rumah.
“belum Do, sana bangunkan. Tadi bibi sudah
mencoba membangunkan tetapi masih belum bangun juga.” Ibu Roni masih tetap
sibuk didapur, karena rumah Roni hanya terdapat satu ruangan yaitu ruang tidur
Roni dan ibunya sedangkan sisanya untuk dapur sekaligus ruang tamu jadi tak
heran jika suara Dodo dari halaman depan terdengar samapai ke belakang. Dengan
sebuah bulu ayam yang dioles-oleskan ke muka Roni akhirnya Dodo dapat
membangunkan Roni.
“ayok cepat bangun, hari sudah siang nanti
kita tak mendapat kayu bakar banyak lohhh” Dodo naik keranjang bambu tempat
tidur Roni.
“iya , ini juga sudah bangun” Roni beranjak
dari ranjangnya sambil mengucak mata.
“nanti sebelum pergi kehutan sarapan dulu ya
nak” ibu Roni mempersiapkan sarapan
untuk putranya.
“iya bu” suara Roni masaih lemas, “sekalian
Dodo ya bii” dengan berlari Dodo menghampiri ibu Roni ke dapur.
“iya, nanti kalian berdua harus sarapan dulu
sebelum berangkat,” sambil membungkus bekal untuk Ron, ibu Roni
masih tetap sibuk dengan urusan
dapurnya.
Setelah Roni dan Dodo selesai sarapan
merekapun siap untuk berangkat kehutan untuk mencari kayu bakar dihutan dan kemudian
dijual kekota tak lupa juga Roni menggendong kranjang yang berisi tokek yang
cukup besar sebagai teman mereka dihutan, tokek itu oleh roni diberi nama
“kondang”, kondang adalah seekor tokek yang selalu setia mengikuti Roni
kemanapun ia keluar dari rumah. Roni dan Dodo adalah anak kecil yang berumur
sekitar tujuh sampai delapan tahun, mereka hidup dilereng perbukitan yang masih
jarang penduduknya jadi tak heran jika kehidupan mereka masih sangat tergantung
pada alam.
“Ron, kita mau cari kayu bakar ketempat yang
kemarin, atau pindah ketempat lain?” tanya Dodo sambil berjalan menelusuri
hutan.
“kita pindah tempat saja, tempat kemarin
sudah habis kelihatannya” Roni berjalan didepan Dodo karena mereka melewati jalan yang sempit,
sehingga mereka tidak bisa untuk berjalan berjejer.
“terus kita mau cari kemana?” Dodo terus
bertanya.
“kita menyebrang ke perbukitan sebelah,
jalannya lumayan menanjak tapi disana banyak kayu bakarnya” Roni mencoba
menanggapai pertanyaan Dodo dan tetapi berjalan.
Dengan sebilah parang yang menyelip disamping
pinggang, mereka terus menelusuru dinding tebing di perbukitan itu, meskipun mereka masih berumur belia tetapi
kerasnya hidup mereka membuat mereka
lebih bertindak dewasa. Dengan susah payah akhirnya Roni dan Dodo akhirnya
dapat menuju kebukit yang akan mereka cari kayu
bakarnya. Tokek “kondang” masih saja terdiam dalam kranjang yang ada dipunggung Roni, dia masih sibuk
dengan serangga yang ada dihadapannya.
“nanti kita setengah hari saja ya Do, takut
kalau menjelang sore biasanya hujan.
Nanti kita kesulitan untuk turunnya” sambil memotong- motong kayu yang ada di hadapannya.
“iya Ron, aku juga takut kalau kita nanti
pulang terlalu malam.” Jawab Dodo diatas pohon sambil mengayun-ayunkan
parangnya kedahan pohon yang sudah kering.
Memang jarak antara bukit tempat Roni dan
Dodo mencari kayu bakar cukup jauh dari rumahnya, sekitar 3 sampai 4 Km, selain
itu juga jalan yang dilalui tidak memungkinkan untuk dilalu jika hari gelap,
sangat lah berbahaya.
Matahari mulai telihat sedikit bergeser,
panasnya pun mulai terasa menggigit kulit, Ronipun menghentikan pekerjaannya
dan berteduh dibwah pohon yang rindang, sementara Dodo masih saja asyik
bergelantungan diatas pohon dengan parangnya.
“Do, ayolah turun, kita istirahat dulu” suara
Roni sedikit terengah-engah dengan keringat yang becucuran dilehernya.
“nanti Ron, tanggung belum habis” Dodo masih
ayik dengan pekerjaannya diatas pohon.
“hati-hati loh, pohonnya sudah lapuk” Roni
terheran-heran melihat tingkah Dodo diatas pohon yang hanya berpegangan dengan
satu tanggan dan satu kaki berayun-ayun.
“tenang aku sudah ahli Ron dalam hal panjat memanjat” dengan kepala
bergeleng-geleng.
Roni hanya menggelengkan kepalnya saja
melihat tingkah laku temannya, Ronipun tetap istirahat dan membuka bekalnya dia
menikmati dengan semilir angin yang menyapu halus mukanya, tatkala roni sedang
asik menikmati hidangannya tiba-tiba dia tergangu dengan suara benda jatuh
kesemak-semak.
“krosaakk....aaaaaaahh.” suara tubuh Dodo
terjatuh kesemak-semak dibarengi dengan suara jeritannya. Seketika itu Roni pun
langsung berlari menghampiri tubuh Dodo, dan ternyata Dodo terjatuh bersamaan
dengan batang pohon yang dipanjatnya.
“Do.....dodo” Roni menggerak-gerakkan tubuh
Dodo yang pingsan tetapi Dodo masih belum sadar. Roni sangat bingung dengan
keadaam temannya, dengan susah payah ahirnya roni dapat memindahkan tubuh Dodo
ketempat yang lebih teduh dan lapang. Tak banyak yang Roni bisa lakukan hanya
terus menggerak-gerakan tubuh Dodo, untung lah
selang beberapa lama akhirnya Dodo dapat tersadarkan.
“Do, kamu gak papa?” tanya Roni begitu cemas.
“aku gak papa kok Ron, badan ku sedikit perih
saja karena tergesek oleh semak belukar.” Jawab Dodo dengan suara yang masih
lemas.
“syukurlah kalau begitu, minumlah dulu Do
agar tubuhmu kembali segar” Roni sambil memberikann minum untuk Dodo, dia tetap memegang-megang
tubuh Dodo. Setelah tubuh Dodo kembali pulih, merekapun memutuskan untuk
menyudahi pekerjaannya. Ketika mereka sedang membereskan peralatan mereka
tiba-tiba mereka tertegun dengan suara tokek dan sepontan merekapun menghitung
bunyi tokek tersebut dengan sesekali mengucapkan kata “hujan” dan sesekali mengucap kata”
kemarau”. Kali ini tenyata bunyi tokek itu terhenti pada hitungan hujan.
“Do, malam ini akan hujan kita harus
cepat-cepat pulang sebelum petang tiba” ucap Roni sedikit cemas.
“iya Ron, lihat awan sepertinya akan berganti
mendung” sambil menunjuk kepojokan langit dodo menaggapi kegelisahan Roni.
Karena dalam kepercayaan mereka Tokek adalah
hewan yang dapat meramalkan cuaca kerena itu juga Roni sangat menyayangi
“kondang” tokek kesayangannya yang selalu menemani Dia kemanapun Dia pergi,
pernah sesekali ada orang kota yang sedang mencari tokek yang katanya untuk
obat dan Dia berani membayar berapapun yang Roni minta, tetapi Roni tetap
mempertahankan “kondang” sebagai hewan peliharaannya dan sekaligus sebagai
temannya.
Dengan menelusuri lereng-lereng perbukitan dan menebus hutan,
Roni dan Dodo tetap berjalan begegas,
meskipun ia juga masih disusahkan dengan kayu bakar bawaannya tetapi mereka
masih bisa bejalan dengan cepat. Ditengah perjalanan tokek “kondang” lagi-lagi
berbunyi kembali dan juga berhenti pada kata “hujan”.
Matahari hampir-hampir sudah satu satu
jengkal lagi akan benar-benar menghilang, suara guruhpun mulai terdengar bersautan,
Roni dan Dodo makin gelisah.
“Ron, kalau kita kemalaman dihutan dan
kehujanan gimana?” tanya Dodo yang mulai takut.
“ tenang,,kita tidak akan kehujanan dan
kemalaman dihutan” Roni mencoba menenangkan Dodo. Kali ini Roni memilih jalan
pintas yang lebih cepat untuk sampai di rumah meskipun jalannya masih banyak
semak belukar karena jarang dilalui orang.
Tepat
ketika matahari benar-benar tenggelam, Roni dan Dodo akhirnya dapat sampai dirumah dan kemudian
rintik hujan pun mulai sedikit-sedikit turun, terdengar berbunyi jatuh keatas
rumbia rumah Roni yang kemudian makin lama makin besar dengan disusul suara
guntur yang saling bersautan. Ibu Roni sangat mencemaskan Roni dan Dodo kerena
takut kalau-kalau Roni dan Dodo kemalaman dan kehujanan dihutan.
“memangnya
kalian mencari kayu bakar kemana, kok sampai larut pulangnya” tanya ibu
Roni pada kedua bocah kecil itu.
“kita mencari kayu bakar keatas bukit
Bi”jawab Dodo sambil meminum teh hangat buatan ibu Roni.
“ jauh banget, memangnya hutan bawah sudah
tidak ada” ibu Roni makin penasaran.
“dibawah kayu bakarnya sudah habis bu,” jawab
Roni dengan suara yang kurang jelas karena terhalangi makanan yang ada
dimulutnya.
Ketika mereka sedang asik bercerita,
tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara “kondang’ yang tiba-tiba berbunyi
mengentikan pembicaraan yang sedang hangat ditengah rinti hujan.
“Hujannya sudah turun Kondang......”Dengan komapaknya
mereka bertiga mengatakan kata-kata yang sama tanpa diaba-abai.
“hahahahahahahaha.,,.,.,.,”mereka tertawa
ditengah rinti hujan dibelantara yang gelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar